Sejarah, Realita dan Harapan Psikologi Klinis
I.
Sejarah Psikologi Klinis
Bagaimana perjalanan Psikolgi Klinis menjadi sebuah keilmuan?
Dalam mencapai kesuksekan, Psikologi tidak terlepas dari adanya berbagai hambatan
dan rintangan dalam menuju sebuah keilmuan mandiri yaitu Psikologi. Setelah
psikologi menjadi keilmuwan yang mandiri barulah psikologi klinis lahir. Dalam
perkembangan atau sejarah Psikologi ini terdapat beberapap periode, yaitu:
a) Pada Periode Pertama adanya ilmu filsafat (Tokoh-tokoh filsuf),
pada periode 1 ini terdapat beberapa tahap perkembangan:
ü
Teori ideologi
(perkembangan gagasan)
ü
Renaissance (abad
pertengahan), sudah mulai menemukan arti tentang jiwa dan mulai merumuskan
manusia
ü
Masa titik terang psikologi
ü
Psikologi bagian dari ilmu
faal, dimana sudah adanya hasrat untuk keluat dari filsafat
ü
Psikologi mulai berdiri
sendiri
b) Periode 2, pada periode 2 ini Psikologi mulai masuk, dan mulai
dikenal pada saat Perang Dunia I (1914-1915). Salah satu bukti bahwa bahwa
Psikologi Klinis sudah mulai dikenal yaitu salah seorang tokoh Erich Fromm yang
merupakan anak didik dari Freud mempunyai konsep tentang Anti Perang atau
ketidaksepakatan adanya perang dunia, karena dia beranggapan dan memiliki
hipotesis bahwa ketika perang terjadi, setiap individu tidak memiliki
kebebasan. dan Perang Dunia II
(1938-1940). Pada periode ke-2 ini sudah adanya alat-alat ukur psikologi
canggih yang dibuat di jerman. Salah satu alat ukur atau alat tes, yaitu: Army
Alfa dan Army beta.
Nah, psikologi klinis berawal dari kegunaannya di Amerika Serikat sebelum
Perang Dunia II yang hanya terbatas pada penggunaan diagnosis gangguan yang
dialami individu saja. Karena psikologi saat itu dikembangkan oleh dokter yang
dulunya disebut diagnostisian. (lih. Yalom, 2005, sebuah buku tentang Freud
muda dan mentornya Breuer). Setelah
perang selesai, psikologi klinis mulai dikembangkan untuk menangani veteran
yang mengalamni gangguan mental seperti trauma,
pasca perang di akhir 1940an dan awal tahun 1950an. Sejak saat itu
psikoterapi mulai berkembang dalam praktik psikologi klinis terutama untuk
menangani trauma tersebut (Prawitasari, 2011).
Kita ketahui Bapak psikologi klinis tentunya berberda dari masig-masing
buku tergantung persepsi masing-masing. Yang jelas sebelum PD I Bapak Psikologi
Klinis adalah Wilhelm Wundt dan setelah PD II yaitu Letnin Witmer, beliau
membuat Jurnal Psikologi serta mendirikan Psikologi Klinik.
Sebelum abad ke-20 terdapat 6 fungsi dari Psikologi Klinis, diantaranya: Assesment,
Treatment, Research, Teaching, Administration, Consultation.
Nah dari
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa arti dari Psikologi Klinis adalah cabang
ilmu terapan psikologi yang orang-orangnya
(psikolog) melakukan praktek-praktek psikologi klinis.
II.
Realita Psikologi Klinis
Karena zaman sudah berbeda barang tentu kebutuhan masyarakat akan
pemenuhan kehidupannya menjadi berbeda pula. Jika dulu psikologi klinis
digunakan untuk mengetahui kondisi fisik tentara perang pasca PD II, menjadi
tidak etis ketika pengaplikasian psikologi klinis tetap diterapkan secara
saklek, melihat realita sekarang sudah tidak adanya perang. Lalu bagaimana
dengan nasib psikologi klinis di zaman sekarang?
Psikologi klinis pada zaman sekarang cenderung sudah tidak dibutuhkan
lagi keberadaannya. Kenapa demikian? Tidak sedikit biro psikologi di Yogyakarta
yang tutup karena hanya berkisar pada pengobatan gangguan mental saja. Jadi,
orang datang untuk berobat atau menyelesaikan gangguan mentalnya setelah itu di
terapi oleh klinisi, lalu selesai, bayar dan pergi. Dengan begitu, fakta
berbicara bahwa aplikasi psikologi klinis sudah melenceng dari ranahnya, yaitu
komersialisasi. Psikologi klinis pada zaman sekarang cenderung ingin mencari
keuntungan dalam menangani setiap permasalahan setiap individu. Sedangkan
pasien-pasien yang mengalami gangguan kejiwaan berbeda-beda dalam kondisi
ekonominya. Dan cenderung kebanyakan yang mengalami gangguan kejiwaan berada
dalam kondisi ekonomi bawah. Bagaimana yang akan terjadi jika psikologi klinis
pada zaman sekarang lebih mengedepankan adanya bayaran setiap menyelesaikan
permasalahan? Nah hal itulah yang terjadi dan perbedaan realitas psikologi
klinis pada zaman dahulu dan zaman sekarang.
Jika psikologi klinis hanya berkisar pada patologis seperti zaman dahulu
dan tidak menyesuaikan perubahan zaman maka yang terjadi hanyalah menunggu
waktu kapan psikologi klinis akan
menjadi kenangan.
III.
Harapan Psikologi Klinis
Prawitasari (2011), berdasarkan Jurnal Psikologi Klinis terbitan APA
(Ammerican Psychological Asiciation) psikologi klinis telah merambah ke semua
lini kehidupan baik ditingkat individu, keluarga, kelompok, oranisasi,
masyarakat luas maupun dunia global dan tidak hanya untuk kesehatan mental tapi
juga kesehatan fisik.
Organisasi profesi berperan dalam mempengaruhi kebijakan publik karena
orientasi psikologi klinis tidak hanya dalam sektor pribadi tapi telah merambah
ke sektor publik dan tidak hanya berkisar pada psikopatologi saja tapi lebih
kepada kesejahteraan masyarakat. Dengan bukti laporan penelitian terapan
psikologi klinis di berbagai tingkatan
dalam kesehatan mental ataupun fisik banyak ditulis di jurnal psikologi klinis
dan jurnal psikologi kesehatan terbitan APA. Dengan begitu dapat diketahui bahwa
psikologi klinis merupakan bidang dinamis yaitu berkembang sesuai tuntutan
zaman.
Lalu, bagaimana memposisikan psikologi klinis saat ini?
Karena tuntutan zaman dan psikologi klinis telah membuktikan bidang
keilmuannya tidak statis maka aplikasi klinis sudah tidak lagi bersifat
patologis semata, harapannya juga dijadikan pisau analisa (sebagai bidang ilmu
atau kajian) terhadap fenomena yg terdapat pada individu, keluarga, organisasi,
komunitas dan realita publik. Dengan begitu, eksistensi psikologi klinis
semakin nyata dalam semua lini kehidupan. (Juli dan Zaid/red)
Artikel
merupakan hasil diskusi Clinical Psychology Club (CPC) , Sabtu, 2
Desember 2017 dengan pemantik Mas Awal (Psikologi UIN Sunan Kalijaga 2015) yang
dilengkapi dengan literatur Psikologi Klinis dari Johana E. Prawitasari (2011).
Komentar
Posting Komentar